BUDIDAYA PADI SECARA ORGANIK

BUDIDAYA PADI SECARA ORGANIK

I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pertanian organik sebenarnya bukan hal yang baru, termasuk budidaya tanaman padi. Sudah sejak dahulu nenek moyang kita membudidayakan padi tanpa bahan kimia yang saat ini di istilahkan pertanian organik.

Namun, kini beras organik dikatakan sebagai hal baru setelah puluhan tahun belakangan ini padi hanya dibudidayakan secara non-organik.
Pengaplikasian pestisida dan pupuk kimia secara berlebihan pada pembudidayaan padi no-organik, maka berasnya pun menganduing residu pestisida. Padahal residu ini sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, bahkan pembudidayaan non-organik itupun mengancam kelestarian lingkungan.

Ditinjau dari perhitungan ekonomis, pertanian non-organik makin tidak dapat di pertanggungjawabkan karena harga sarana produksi pertanian sudah makin mahal. Akibatnya hasil akhir berupa keuntungan petani pun semakin kecil atau bahkan merugi.
Kesadaran akan pentingnya kesehatan dan kelestarian lingkungan sudah mendorong masayarakat pertanian untuk kembali kesistem pertanian organik, karena produk yang diharapkan bebas residu pestisida dan pupuk kimia. Selain ramah lingkungan, biaya untuk pertanian organikpun sangat rendah karena pupuk dan pestisida yang digunakan berasal dari alam sekitar petani. Bila dibeli harganya pun relative murah.
Walaupun banyak keuntungan membudidayakan padi secara organik, masih banyak petani yang tidak tahu caranya, maka melalui tulisan ini kiranya dapat menjadi bahan informasi kepada petani agar terwujud budidaya padi secara organik.
b. Dampak Kemajuan Teknologi Budidadaya Padi
Akibat kemajuan teknologi dalam budidaya tanaman padi, ternyata terdapat bencana yang dapat merugikan lingkungan hidup dan kesehatan manusia. Dalam pemuliaan tanaman padi kemajuan bioteknologi sangat diandalkan dengan lahirnya tanaman hibrida. Untuk pemupukan, muncul pupuk-pupuk buatan pabrik (pupuk kimia) yang dapat memenuhi kebutuhan hara tanaman secara lengkap dan cepat. Sementara untuk pemberantasan hama dan penyakit, ditemukan pestisida kimia yang efektif.
1. Dampak Benih Unggul
Pada awalnya manusia hanya menyeleksi atau memilih tanaman yang bersifat unggul untuk dibudidayakan. Namun, dalam perkembangannya manusia pun mulai menyilangkan satu tanaman dengan tanaman lainnya untuk mendapatkan tanaman tertentu dengan sifat-sifat yang memenuhi keinginannya.
Dampak paling mengkhawatirkan dari kemajuan teknologi permuliaan tanaman adalah ancaman terhadap keanekaragaman hayati. Dengan hanya menanam dan mengembangkan varietas-varietas menguntungkan secara ekonomis maka banyak jenis tanaman akan tersingkir dan akhirnya punah.
2. Dampak Pupuk Kimia
Penggunaan pupuk kimia diketahui mempunyai efek merusak tanah, Struktur tanah yang secara alami remah, setelah mendapat perlakuan dengan pupuk kimia secara terus menerus akhirnya menjadi sangat keras. Petani sering mengeluh karena tanahnya menjadi liatnya.
3. Dampak Pestisida Kimia
Akibat pelaksanaan intensifikasi pertanian yang memusatkan perhatian pada satu jenis tanaman diareal yang sangat luas dapat menimbulkan keadaan eksplosit dengan bertambahnya populasi jenis serangga tertentu.
Pertanian dengan satu jenis tanaman sangat menguntungkan ditinjau dari prinsip keimbangan alami, namun hanya untuk kemudahan dan keuntungannya. Bila hama merusak padi, pengendalian dengan pestisida.
Di Indonesia mulai muncul dampak pestisida tahun 1970-an. Tahun 1995 di Brebes Jawa Tengah terhadap petani penghasil bawang merah yang mengakibatkan menderita kebutaan dan stroke. Kemudian dampak negative penggunaan pestisida di Kabupaten Tanah Karo Sumatera Utara. Dari data rumah Sakit Paru-Paru di kabupatenm tersebut diperoleh bahwa 90 % pasiennya merupakan petani yang setiap harinya akrab dengan pestisida.
c. Keuntungan Budidaya Padi Secara Organik
Adapun keuntungan menanam padi secara organik adalah :
1. Ramah terhadap lingkungan
2. Biaya rendah
3. Pupuk dan pestisida dari alam sekitar
4. Rasa nasi empuk dan pulen
5. Warnanya dan daya simpan lebih baik
6. Nasi bias bertahan 24 jam, sedang beras biasa 12 jam
7. Nilai ekonomi cukup baik

II. PENANAMAN PADI SECARA ORGANIK

Bertanam padi secara organik pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam padi pada pelaksanaan intensifikasi yang dilakukan petani. Perbedaannya hanya pada pemilihan varietas, penggunaan pupuk dan pestisida.
1. Pemilihan Varietas
Pertanian organik biasanya diawali dengan pemilihan benih tanaman non-hibrida. Selain untuk mempertahankan keanekaragaman hayati, bibit non-hibrida sendiri secara teknis memang memungkinkan untuk ditanam secara organik.
Varietas padi yang cocok ditanam secara organic hanya jenis atau varietas alami. Padi yang dapat ditanami antara laian adalah Rojolele, Mentik, Pandan dan Lestari. Di Indonesia padi Rejolele merupakan padi berkualitas terbaik untuk dikonsumsi sehingga harganya pun palaing mahal (Rp. 20.000 – Rp 25.000/kg).
2. Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan pada dasarnya adalah pengolahan tanah sawah hingga siap untuk ditanami. Prinsip pengolahan tanah adalah pemecahan bongkahan-bongkahan tanah sawah sedemikian rupa hingga menjadi lunak dan sangat halus. Selain kehalusan tanah, ketersediaan air yang cukup harus diperhatikan. Bila air dalam areal penanaman cukup banyak maka akan makin banyak unsure hara dalam kaloid yang dapat larut. Keadaan ini akan berakibat makin banyak unsure hara yang dapat diserap akar tanaman.
3. Penanaman
Bila lahan sudah siap ditanami dan bibit dipesemaian sudah memenuhi syarat, maka penanaman dapat segera dilakukan. Syarat bibit yang baik untuk dipindahkan kelahan penanaman adalah tinggi sekitar 25 cm, memiliki 5-6 helai daun, batang bawah besar dan keras, bebas dari hama penyakit, serta jenisnya seragam.
Jarak tanam dilahanpun mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas padi. Penentuan jarak tanam sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu sifat varietas dan kesuburan tanah. Bila varietasnya memiliki sifat merumpun tinggi maka jarak tanamnya harus lebih lebar dari padi yang memiliki sifat merumpun rendah. Sementara bila tanah sawah lebih subur, jarak tanam harus lebih lebar dibanding tanah kurang subur. Jarak tanam yang paling banyak digunakan petani adalah 25 x 25 cm dan 30 x 30 cm.
4. Pemupukan
a. Pupuk Dasar
Pupuk organik yang digunakan berupa pupuk kandang atau kompos matang sebanyak 5 ton/ha. Pemberian dilakukan saat membajak sawah kedua dengan cara disebar merata keseluruh permukaan sawah. Pemberian pupuk bokashi lebih hemat dibanding pupuk kandang atau kompos, cukup 1,5 – 2 ton/ha
b. Pemupukan Susulan
* Susulan Pertama saat tanaman sekitar 15 hari. Pupuk yang diberikan berupa pupuk kandang sebanyak 1 ton/ha atau 0,5 ton/ha kompos fermentasi. Pem,berian ditabur disela-sela tanaman padi.
* Susulan Kedua pada saat tanaman berumur 25 – 60 hari dengan frekuensi seminggu sekali. Pupuk yang diberikan berupa pupuk organic cair buatan sendiri yang kandungan N-nya tinggi. Dosis sebanyak 1 liter pupuk yang dilarutkan dalam 17 liter air. Cara pemberian dengan disemprot pada daun tanaman.
* Susulan Ketiga dilakukan saat tanaman memasuki fase generatif atau pembentukan buah, yaitu setelah tanaman berumur 60 hari. Pupuk yang digunakan mengandung unsure P dan K tinggi. Dosis 2-3 sendok makan pupuk P yang dicampur dalam 15 liter atau satu tangki kecil pupuk.
* Pupuk disemprot ketanaman dengan frekwensi seminggu sekali. Pemberian pupuk tersebut dapat dihentikan bila sebagian besar bulir padi sudah tampak menguning.
5. Penyiangan.
Penyiangan dilakukan dengan cara pencabutan gulma. Gulma yang sudah dicabut dapat dibuang keluar areal sawah atau dipendam dalam lumpur sawah sedalam-dalamnya. Dalam satu musim tanam, dilakukan tiga kali penyiangan. Penyiangan pertama dilakukan saat tanaman berumur sekitar 3 minggu, kedua umur 35 hari dan ketiga umur 55 hari.
6. Pengairan
Meskipun secara umum air yang tergenang dibutuhkan padi sawah, namun ada saatnya sawah harus dikeringkan agar pertumbuhan dan produktivitas tanaman menjadi baik. Itulah sebabnya pemasukan dan pengeluaran air harus dilakukan
a. Penggenangan air
Agar produktivitas dan pertumbuhan tanaman menjadi baik, penggenangan bukan dilakukan secara sembarangan. Ketinggian air genangan perlu disesuaikan dengan fase perrtumbuhan tanaman.
– Awal pertumbuhan, petakan sawah harus digenangi air setinggi 2 – 5 cm dari permukaan tanah selama 15 hari atau saat tanaman mulai membentuk anakan.
– Pembentukan anakan, ketinggian air perlu ditingkatkan dan dipertahankan antara 3 – 5 cm, hingga tanaman terlihat bunting. Bila ketinggian air lebih dari 5 cm, pembentukan anakan atau tunas akan terhambat. Sebaliknya, bila ketinggian airnya kurang dari 3 cm, gulma akan mudah tumbuh.
– Masa bunting, air dibutuhkan dalam jumlah cukup banyak. Ketinggian air sekitar 10 cm. Kekurangan air pada fase ini harus dihindari karena dapat berakibat matinya primordia. Kalau primordia tidak mati, bakal butir gabah akan kekurangan makanan sehingga banyak terbentuk butir gabah hampa.
– Pembungaan, ketinggian air dipertahankan antara 5 – 10 cm. Kebutuhan air pada fase ini cukup banyak. Namun bila mulai tampak keluar bunga maka sawah perlu dikeringkan selama 4 – 7 hari. Ini dilakukan agar pembungaan terjadi atau berlangsung secara serentak. Pada saat bunga muncul serentak, air segera dimasukan kembali agar makanan dan air dapat terserap sebanyak-banyaknya oleh akar tanaman. Ketinggian air tetap 5 – 10 cm.
b. Pengeringan Sawah.
Pengeringan tidak dilakukan pada semua fase pertumbuhan tanaman, tetapi hanya pada fase sebelum bunting dan fase pemasakan biji.
Tujuan utama pengeringan sawah adalah untuk memperbaiki aerasi tanah, memacu pertumbuhan anakan, meningkatkan suhu dalam tanah, meningkatkan perombakan bahan organic oleh jasad renik, mencegah terjadinya busuk akar, serta mengurangi populasi berbagai hama. Selain itu, untuk fase-fase tertentu, tujuan pengeringannya berbeda sehingga perlu diulakukan secara tepat pada fase trersebut. Cara pengeluaran air adalah dengan membuka saluran pembuangan dipinggir lahan sehingga air keluar melalui alur yang sudah dibuat ditengah-tengah lahan.
– Menjelang bunting, bertujuan untuk menghentikan pembentukan anakan atau tunas karena pada saat ini tanaman mulai memasuki fase pertumbuhan generatif. Lama pengeringan lahan 4 – 5 hari. Keadaan seperti ini akan merangsang pertumbuhan generatif sehingga tanaman akan berbunga serentak.
– Pemasakan biji, adalah untuk menyeragamkan biji dan mempercepat pemasakan biji. Patokan pengeringan adalah saat seluruh bulir padi mulai menguning. Pengeringan jangan dilakukan sebelum semua bulir tampak menguning karena dapat berakibat malai padi menjadi kosong. Pengeringan ini dilakukan hingga saat padi dipanen.
7. Pemberantasan Hama dan Penyakit
Pemberantasan hama dan penyakit padi organik perlu dilakukan secara terpadu antara budidaya, biologi, fisik (perangkap atau umpan), dan kimia (pestisida organik)
8. Panen
Panen merupakan saat yang ditunggu-tunggu setiap petani. Pada dasarnya panen dan penanganan lepas panen (pasca panen) padi yang ditanam secara organic tidak berbeda padi yang ditanam secara konvensional.
Secara umum padi dikatakan sudah siap panen bila butir gabah yang menguning sudah mencapai sekitar 80 % dan tangkainya sudah menunduk. Tangkai padi menunduk karena sarat dengan butir gabah bernas. Untuk lebih memastikan padi sudah siap panen adalah dengan cara menekan butir gabah. Bila butirannya sudah keras berisi maka saat itu paling tepat untuk dipanen.

Tinggalkan komentar